Senin, 20 Januari 2014

Sany Bicara Pernikahan (?)


Well, sekarang gue mau coba bahas sesuatu yang mungkin beberapa saat ini lagi booming dibicarakan. About what? Yap its all about “Pernikahan”. Aneh gak sih kalo gue yang notabane-nya belum penah menikah sama sekali tapi berani-beraninya ngebahas tentang pernikahan. Toh gak ada larangannya kan? Go ahead!
Mungkin disini gue gak akan bahas tentang pengalaman setelah atau sebelum pernihakan yah, karna jujur gue belum ada pengelaman yang bisa dibagi mengenai hal itu. Jadi, yang bisa gue bahas disini adalah fenomena-fenomena yang terjadi di sekeliling lingkungan gue dan pastinya berkaitan dengan masalah pernikahan. Random gak apa-apa ya? Ok let’s start!
  •  Beberapa waktu yang lalu gue sempet baca artikel mengenai hmm gue sih ngebaca itu sebagai kritikan ya? Tapi gak tau deh kalo yang lain. Intinya dalam artikel itu dipaparkan bahwa untuk kalian yang baru saja menikah janganlah terlalu berlebihan dalam mengekspresikan sesuatu yang terjadi didalam “dapur” kalian, which is kayak menulis status tentang hal-hal kecil yang kalian lakukan untuk pasangan. Need example? Like this one “Lagi nyiapin sarapan buat suami tercinta nih.. semoga my hubby senang..” well bagi situ mungkin itu adalah sesuatu yang wajar untuk di share ke media sosial yang pastinya bisa di akses dan di lihat oleh jutaan pasang mata. But hellooow? Sesuatu yang menurutmu baik belum tentu baik juga kan di mata orang lain, kan? Kalo gue sih pas liat status itu mampir di home facebook gue atau lewat di timeline twitter gue rasanya tuhh yaaa? Ssshhh… like wanna take a deep deep deep deeep breath! Satu kata sih, Lebay! Pas gue nemuin artikel itu jadi yang ngerasa you’re not alone, Sun. Ternyata banyak juga yang ngerasain hal yang sama kayak yang gue rasain. HAHA. Kalo menurut gue sih, silahkan aja kalian pakai hak pribadi di tempat pribadi dan sesuaikanlah etika kalian jika sudah berada di ruang publik. Semua ada tempatnya mas, mbak jadi jangan di bulak-balik doong entar jatohnya malah dzolim.  
  •  Untuk kalian yang baru aja menempuh bahtera rumah tangga jangan pernah mau ngebuang-buang waktu dan tenaga untuk curiga kelabakan sama mantan-mantan yang dimilikin pasangan kalian. Banyak orang bilang cemburu itu tanda cinta? Tapi kalo camburu berlebihan yang ada cuma ngebuat situ gelap mata! Be a rasional ah, rasa terlalu khawatir tuh gak bagus mba, mas. Kenapa gak bagus? Just for your info aja nih, rasa khawatir yang berlebihan yang ada Cuma munculin pikiran-pikiran negatif, curigaan? Pasti! Takutan? Iya! Terus mulai deh stalker-in account facebook dan twitter mantannya pasangan situ? Nyindir-nyindir? Ehelooow? Dia sekarang udah jadi pasangan hidup kalian mba, mas. Nyadar gak sih? Dengan kalian bersifat kayak gitu yang ada malah memunculkan spekulasi bahwa situ gak percaya sama pasangan yg situ nikahin. Terus dengan fondasi apa rumah tangga kalian dibangun kalo bukan dengan saling memberikan kepercayaan? Hati-hati, jangan berlebihan sewajarnya aja. Allah aja gak suka sama yang berlebihan.
  •  Banyak orang tau kalo yang namanya pernikahan haruslah dipersiapkan dengan matang. Bukan Cuma fisik tapi ada yang lebih penting lagi, yaitu mental. Gue pernah nonton film dan salah satu dialognya itu mengatakan “yang namanya pernikahan itu ibarat gumpalan kotoran yang dilapisi cokelat, awalnya manis tapi pas lapisan coklat itu mulai menipis bahkan habis ya makanlah sisanya sampai habis”. Pas denger dialog itu terkaget-kagetlah gue, gak tau deh berasa ekstim aja pemilihan ibaratnya itu, tapi pas di pikir-pikir iya juga sih! Haha. Well, mungkin inilah yang dimaksud sebelum menikah haruslah siap secara fisik maupun mental. Karna pasti gak akan mudah membiasakan diri yang tadinya Cuma harus ngurusin diri sendiri eh sekarang ngurusin anak orang lain, tanggung jawab nemplok tepat di punggung. Naah karna adaptasi itulah yang kadang suka menimbulkan gesekan-gesekan kecil maupun dahsyat dalam prosesnya. Tapi inget, sebesar atau sekecil apapun gesekan itu haruslah tetap kalian jalanin. It’s just process that you have to passed bro, sist.
  •  Nah untuk point yang satu ini gue dapetin dari salah satu guru gue. Beliau bilang, kalo bisa dalam menjalani pernikahan jangan Cuma suami aja yang bekerja. Usahakan isteri juga ada penghasilah biarpun sedikit, at least ada pegangan. Karna hari esok gak ada yang tau kan bakal kayak gimana bentukannya? Beliau mengibaratkan gini, kalo rumah Cuma ditopang oleh satu tiang dan tiba-tiba tiang itu rubuh karna satu dan lain hal maka kemungkinan terbesar adalah rumah itu seketika hancur. Kalaupun ingin di bangun lagi ngebutuhin baktu yang enggak sebentar. Dibanding dengan rumah yang ditopang oleh dua tiang dan tiba-tiba salah satu dari tiang itu rubuh karna sesuatu, setidaknya masih ada satu tiang yang bisa menopang rumah itu. Kerusakan mungkin ada, tapi gak sebesar kerusakan rumah yang ditopang oleh satu tiang. Gue gak menyerankan kalian jadi wanita karir super duper sibuk sampe lupa cara nyuci piring dirumah kok, sumpah kagak! Gue Cuma ngewanti-wanti sesuatu terburuk yang mungkin aja terjadi. Kalo pun gak terjadi? Alhamdulillaaaah sujud syukur. Lagian gak ada ruginya cari penghasilan sendiri, selagi konsepnya masih gak berubah “uangmu, uangku ; uangku, uangku”.
  •  This is the last guys, nah yang terakhir ini gue mau bilang untuk kalian yang baru mau nikah ataupun yang udah “serah terima”. Dari hasil pendengaran kuping gue kanan dan kiri, issue tentang “tajamnya pisau kalah dengan tajamnya lidah mertua” ternyata beneran ada loh! Dan katanya juga lidah mertua akan jauh lebih tajem kalo kita tinggal satu atap sama mereka. Bahkan ada juga jeritan menantu yang bilang “mendingan tinggal ngontrak yang penting pisah deh sama mertua”. Haha. No offense ya guys! Tapi ternyata emang bener loh, daripada kalian abisin uang buat heboh-hebohin acara resepsi mendingan uangnya ditabung buat ambil rumah. Selain kalian bisa hidup lebih mandiri pastinya akan lebih nyaman kan kalo ada di rumah sendiri? Sebaik-baiknya mertua kalian tetep aja ada rasa gak enak kalo tinggal satu atap sama mereka. Kayak kurang gimanaaa gitu. Soo, be an independent! Cukup kalianlah yang tau rahasia dapur kalian sendiri.
Syudaaah~ seorang Sany ini sudah cukup ngebahas tentang beberapa fenomena pernikahan yang dilihat dan didengarnya sendiri. Bagi yang merasa tersinggung, sungguh gak ada niatan sama sekali untuk menyinggung siapapun. Hanya berniat untuk saling mengingatkan dan berbagi tentang pandangan terhadap sesuatu. Mohon maaf jika ada yang kekuarangan, dan sangat ditunggu respon kalian yang sudah membaca postingan ini…
*sungkem*
crazy monkey 057crazy monkey 116crazy monkey 118
Read more...
separador

Senin, 22 Juli 2013

Kepada Sabit

Kepada sabit, 

Melalui lengkung mu ku alurkan setia sebagai parit.
Melalui tajamnya sudut mu ku rautkan bahagia sebagai bibit.
Melalui terangnya sinar mu ku lukiskan ceria bagai suara yang berdecit.
Melalui indahnya tampakkan mu ku jadikan alasan untuk bersyukur sampai mata menyipit.
Melalui kedatangan siluet mu ku tarik kedalam otakku yang awalnya lega sampai terasa sempit.
Melalui sejuk pendaran mu ku rapalkan doa penutup malam yang runcing melebihi sumpit.

Kepada sabit,
Yang dengan hadirnya dapat membuat dadaku bak terhimpit.
Terhimpit rindu ribuan tahun cahaya yang tertumpuk melebihi bukit.
Yang dengan sederhananya dapat membuat aliran darahku berseding bertambah debit.
Debit kegembiraan yang ku pendam dalam miliaran bait per-menit.
Yang dengan kelembutannya dapat membuat gravitasi tubuhku kehilangan orbit.
Orbit perputaran hari dan hati kala munculmu tak dapat kujamah sampai kepuasanku membuncit.
Yang dengan keramahan sapaannya dapat menyembuhkan segala penyakit.
Penyakit cumburu, risau, bahkan ragu semoga hilang sekejap mata, ah pahit.

Kepada sabit,
Kini aku rela hatiku kamu capit, laju hatiku dibuat tak beraturan bagai layangan singit,
Karna hanya dengan kehadiranmu yang sedikit, aku jadi merasa komplit.

Read more...
separador

Aku Malu

Aku kaku,
Melihat paras mu yang dapat membuatku diam terpaku,
Mengagumi ciptaan keindahan Tuhan yang mungkin baru seujung kuku,
Seketika dagu ku berat dan sangat minta untuk di pangku,

Aku layu,
Topangan kaki ku berubah menjadi kuyu,
Getaran suaramu sempurna mengambarkan betapa kau sangat manis dan kemayu,
Bahkan torehan senyumanmu membuat kau Nampak semakin ayu,

Ah aku malu.
Read more...
separador

Buah Kebahagiaan

Bulan suci yang dinantikan umat Islam kini tepat ada di depan mata. Bau ketenangan dan sunggingan senyum alam telah terlihat merekah di setiap sudut peradaban. Setiap rumah telah bersiap menyambutnya dengan usapan halus sapu untuk membersihkan lantai dan letupan sayur kesayangan sempurna jadi menu pertama yang siap diuntai. Aku pun sangat bersemangat menyambut bulan yang katanya penuh dengan keberkahan dan ketenangan ini, sungguh. Entahlah, tapi jika sudah masuk ke bulan ini aku menjadi semangat tak terkira, melihat mata semua orang berbinar ketika melihatku dan mendengar semua orang berebut demi mendapatkanku. Hey, kau tahu? Bahkan aku masuk ke dalam salah satu list kesukaan mareka.

Di tanah yang sama-sama kita pijak ini aku tumbuh, bersamaan dengan pertumbuhan badan kalian yang semakin tinggi setiap harinya. Aku pun sama. Pernah aku mendengar bisikan tuanku berkata lirih pada istrinya yang mulai tak tegap lagi dalam melangkah.

“Bulan yang kita nanti-nanti kini datang lagi, Istriku, semoga alam dan cuaca senantiasa merestui semua benih yang kita tanam nanti. Agar kelak dapat kita petik manisnya hasil jerih payah kita bersamaan dengan manisnya kemenangan dalam menaklukkan bulan ini.” Bisik tuanku kepada istri cantiknya. Istri tuanku tidak menjawab sepatah kata pun. Yang dia berikan hanya untaian senyum beribu makna. Ah, bagaimana mungkin tuanku tidak geram? Kalau saja aku menjadi tuanku, pasti rasa kecewa sempurna menyelimuti hati. Bagaimana tidak? Untaian kata-kata indah itu hanya berbalaskan sebuah senyuman? Hissh.

Pagi ini aku dan tuanku berjalan santai ke ladang kepunyaan kita, melihat bagaimana kondisi cuaca dan kelembapan tanah. Hanya ada aku dan tuanku, banyak teman-temanku yang lebih memilih untuk berdiam diri di tempat yang lebih rindang di sebelah sana. Ah biar! Aku selalu suka jika dapat mencuri waktu berdua saja dengan tuanku, ha ha, biar aku bisa menjadi kesayangan.

“Suri… berjanjilah kepadaku, kelak jika kau sudah tumbuh besar nanti jadilah seseorang yang dapat berguna untuk banyak orang. Jadilah seseorang yang kehadirannya sangat ditunggu, yang keberadaannya sangat dinanti, yang murah membagikan senyuman manismu melebihi tebu, yang mudah sosoknya masuk ke dalam hati. Jangan menjadi pribadi yang keras, karna sungguh di zaman yang sangat maju ini sudah menjamur pribadi-pribadi yang keras. Mereka merindukan sesuatu yang lembut, yang manis, yang anggun. Sekarang kau masih berada dibawah tanggung jawabku, akan tiba waktu di mana kau akan diminta orang lain, suri. Tapi jika waktu itu tiba, janganlah berpikir bahwa aku tidak menyayangimu. Justru karna aku menyayangimu maka aku harus melakukan semua itu. Merelakan kau jatuh di tangan orang lain itu adalah bukti cinta terbesar yang dapat aku lakukan.”

Jujur aku sedikit bingung dengan perkataan tuanku itu. Pfft… dia bilang dia menyayangiku, tapi kenapa dia malah memberikanku pada orang lain yang belum pernah kukenal sebelumnya? Aku memang pernah membaca kata-kata bahwa “merelakan orang yang dikasihi itu pergi dengan orang lain adalah salah satu bentuk pengorbanan cinta” jadi yang dimaksud kata-kata itu adalah ini? Ini yang sedang kualami sekarang? Cihh, yang namanya cinta itu harus diperjuangkan bukan malah sukarela dilepaskan.
***

Malam berganti malam aku masih disibukkan dengan tanda tanya besar yang belum terpecahkan. Semakin ku berpikir, semakin liar arah terjangannya.

“Bibi, sudah berapa lama kau ada di sini? Aku tidak betah, Bi…” kutegur teman sebelahku. Hmm, aku tak tahu namanya tapi dia terlihat lebih besar dariku dan sedikit lebih dewasa. Bibi itu panggilan yang cocok menurutku.

“Aku sudah hampir 9 hari, Dik. Ah, ayolah kau baru 2 hari masa sudah bosan? Mau main bersamaku? Hmm, aku punya mainan namanya tebak siapa aku, atau kau mau bermain urut lagu? Ha ha ha, aku mahir bermain semua permainan itu, kau harus siap-siap kalah jika bermain itu denganku. Ha ha.”

Ngg… bibi itu terlihat sangat bahagia dan bersemangat. Guncangan tubuhnya saat tertawa serentak mebuat tubuhnya yang gempal menjadi bergetar. Ha ha, aku lebih tertawa geli melihat tumpukan lemak di perutnya dibanding leluconnya.

“Bibi, sebenarnya apa yang sedang kita lakukan sekarang? Aku bingung. Pernah tuanku berkata bahwa dia menyayangiku, tapi dia juga berkata kelak akan tiba waktunya dia akan merelakanku jatuh ditangan orang lain. Bibi, bantu aku memahami semua itu. Aku bisa mati penasaran karena memikirkan maksud perkataan tuanku itu.” Aku memberanikan diri untuk membuka percakapan serius dengan Bibi Gempal, berharap dia memiliki jawaban yang kuharapkan.

“Kemarilah, Suri, mendekatlah kepadaku. Kau pasti sangat mengingat perkataan tuanku tentang kelak jadilah seseorang yang dapat berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, bukan? Ya, apa yang sedang kita lakukan sekarang adalah cara terbaik untuk menyiapkan diri agar kelak kita dapat bermanfaat bagi banyak orang di luar sana.
Banyak orang mengatakan bahwa cinta adalah perasaan dasar yang pasti dimiliki semua makhluk hidup di dunia ini, Suri. Begitupun juga tuanku dan juga kita. Kalaulah tuanku memaksakan diri untuk mempertahankan kita di gubuk reot kepunyaannya, yang ada malah keberadaan kita akan menggangu ruang gerak tuanku dan istrinya. Dan jika memang kita dipertahankan oleh tuanku digubuk reot kepunyaannya, yang ada kita hanya akan menjadi sampah tidak berguna di pojokan sana. Diam mematung, semakin hari semakin berkurang berat tubuh kita dan… ah, lupakan saja pesan yang tuanku bisikkan pada kita tempo hari lalu. Karena nyatanya jika kita tetap dipertahankan oleh tuanku di gubuk reot kepunyaannya yang ada malah kita tidak bisa menebar banyak manfaat bagi orang banyak.

Suri, jika tuanku rela memberikan kita ke tangan orang lain maka dia membukakan jalan kita untuk jadi penebar manfaat bagi orang banyak. Dan benar Suri, jika tuanku merelakan kita jatuh di tangan orang lain, itu adalah bukti cinta terbesar yang dapat dia lakukan. Semoga kau dapat puas dengan jawaban yang kuberikan ini, Suri. Dan kalaulah kau belum puas maka kau akan sempurna mengerti perkataanku jika waktu yang telah tuanku janjikan itu tiba. Sekarang tidurlah, karena esok akan ada kejutan yang menantimu dan kebehagiaan akan menyambut hangat hari-harimu”
***

Malam itu adalah malam terakhir aku melihat Bibi, ternyata hari yang tuanku janjikan untuk bibi telah datang. Pagi ini aku terbagun oleh usapan lembut tuanku dan bisikan khas kepunyaannya.

“Suri, semakin hari kau semakin tumbuh membesar. Kelak kau akan menjadi sumber kebagaiaan bagi seseorang yang amat menyukaimu. Karna kebahagiaan yang dia punya, maka dia akan memperlakukan kau sangat baik. Menawarmu dengan harga yang pantas, memotongmu dengan potongan yang lembut, memprosesmu dengan manisan terbaik di kota, serta mengucapkan kalimat penuh kesyukuran setelah memakanmu. Sungguh Suri, limpahan berkah sempurna kau raih kala itu. Menjadi sumber bagi kebahagiaan orang lain? Ah itu salah satu cita-cita tertinggiku. Maka sebelum kau menjemput dan menciptakan kebahagiaan untuk orang lain, tumbuhlah semaksimak sebisamu.”

Setelah percakapan singkat dengan tuanku pagi itu, aku semakin bertekat untuk menjalankan semua pesan yang tuanku sematkan di atas pundak ku.

Hari berganti hari, tubuhku semakin berkembang sempurna. Semburat warna kuning sudah menyelimuti tubuhku, bahkan ada beberapa retakan kecil tanda kematanganku sudah mulai terlihat. “Ah mungkin ini sudah saatnya” gumamku dalam hati.

“Suri, ini adalah waktumu. Kau sudah tumbuh sempurna dengan retakan indah dan warna kuning merekah. Aku percaya bahwa kau dapat menjadi sumber kebahagiaan untuk orang lain dan aku yakin kau pasti dapat menjalankan semua pesanku.”

“Aku siap, tuanku. Sangat.”

picture


Posted for project writing #IWritetoInspire #14daysofnspiration #5thday:Happiness(Bahagia)
Read more...
separador

Kamis, 11 Juli 2013

Api Keberanian



Matahari sangat bersinar terik siang itu, tepat berada diatas ubun-ubun dan menyengat masuk langsung ke kepala. Ya, siang itu adalah kali pertamannya aku menekan keras tubuhku keatas demi terpecahnya lapisan cangkang yang selama ini membatasi ruang gerak ku. Aku sudah merasa harus keluar siang itu, tak betah ku harus berlama-lama membenamkan kepalaku dalam ruang sesak bernama membran. Kurasakan getaran hebat tepat disebelahku, oh mungkin dia saudaraku. Sial kecurian start dengannya!

“KREEKz”

Huuuh lega rasanya menghirup udara bebas seperti ini, ketika ku mulai menghancurkan satu bagian dari cangkangku terlihat jelas sosok besar dan gagah di depan. Dia mengepakkan kedua sayapnya yang lebar demi menghalau teriknya sinar. Ku lihat dia tersenyum, bahkan dapat terlihat jelas dia menangis terharu ketika melihatku dan saudaraku keluar satu per satu. Hey! Aku tahu kalian manusia, percayalah kami juga dapat tertawa, tersenyum, menangis bahkan berdo’a seperti kalian. Kalian kira hanya kalian saja yang dapat melakukan semua itu? Kami pun juga. Oke ku lanjutkan, setelah aku dan kedua saudaraku terlepas dari cangkang menyulitkan itu, sosok besar dan gagah itu mendekap hangat. Bulu-bulunya terlihat kasar di luar tapi ternyata sangat halus di bagian dalam, dia membisikkan pada kita satu kalimat pertama yang sangat menggetarkan telinga.

“selamat datang di dunia yang sangat indah ini anakku, sungguh seluruh dunia sangat menanti kehadiran kalian sejak lama” – ibu, ternyata sosok yang ada di depan kami adalah ibu. Dia bisikkan lirih kalimat itu seraya memeluk erat kami.
***
 
Hari berganti hari, malam berganti malam, tubuh ku dan kedua saudaraku semakin tumbuh besar. Sesekali ibu berpamitan pergi untuk mencarikan kami makanan, sesekali ibu memercikkan air untuk memandikan kami. Aku adalah anak yang paling terakhir keluar dari cangkang, jadi aku dalah anak mmh kalian menyebutnya apa? Anak bungsu? Atau anak bontot? Ya, apapun kalian menyebutnya yang jelas aku adalah anak terakhir di keluarga.

“ibu kemana?” – kalimat pertamaku ketika membuka mata pagi itu.
“cari makan buat kita laah. Hey lihat kita sudah dapat berdiri dan mengepakkan sayap. Kau bisa juga tidak?” 

Cih ternyata kedua saudara ku itu sedang memamerkan diri, “ini kan masih pagi” gumamku dalam hati.

“aku bisa, tapi kalau sekarang aku tak mau. Lebih baik berkemul dibalik selimutku dibanding memamerkan hal sepele itu. Setiap kita kan pasti bisa berdiri dan mengepakkan sayap.” – jawabku sekenanya.

Pffft kenapa meraka selalu seperti itu terhadapku? Apa karna aku anak bungsu? Hey ini untuk kalian juga yang membaca, camkan kata-kataku yang satu ini. Tidak selamanya anak bungsu itu manja, bahkan boleh jadi kelak dia akan tumbuh lebih dewasa dari yang kalian kira. 

Sempat aku berfikir apa hebatnya menjadi aku? Menjadi burung biasa yang masih belum punya keinginan untuk terbang. Burung memang seharusnya terbang, tapi kalau aku juga terbang apa bedanya dangan burung-burung yang lain? Sama saja. Biasa saja. Ingin menjadi yang diluar dari kebiasaan? Ya berkeputusan untuk tidak terbang mungkin bisa menjadi salah satu pilihan.

Kedua saudaraku sudah melalang buana di sekitaran rumah, aku? Masih disini saja ha ha. 

“kemarin aku hinggap di salah satu jendela rumah di seberang hutan sana, dan kulihat pemiliknya sedang menonton sebuah tanyangan. Aku melihat seseorang yang mirip dengan kita. Tapi dia sedang mencabik-cabik bangkai yang tergeletak. Terdengar juga bahwa ternyata kita adalah salah satu species raptor (burung pemangsa) dan eerghh memang terlihat jelas di tanyangan itu. Ah andai kalian juga melihat, mungkin akan mengutuk diri kalian sendiri.” – ulasan cerita salah satu saudaraku setelah dia berkeliling memutar. 
 ***

Cerita salah satu sadaraku sangat terngiang sampai malam. Aku gelisah. Tidur pun menjadi resah. Tetap tidak terima jika ternyata aku adalah salah satu makhluk yang boleh jadi sangat dimusuhi karna cap keganasan yang terlanjur disematkan.

“nak, sudah tidurkah kamu? Apakah udara mala mini terlalu panas sampai membuatmu tak nyaman seperti itu?” – teguran ibu membuyarkan lamunanku.

Aku berbalik dan kulihat wajah ibu, iya dari garis mukanya dia sangat kuat tapi andai saja kalian bisa melihat lebih jelas pada matanya, ah bahkan kelembutan tatapan mata ibu melebihi lembut bulu-bulunya.

“ibu, buat apa kita hidup jika untuk mengakhiri hidup orang lain? Buat apa kita diciptakan jika hanya untuk menghilangkan ciptaan yang lain? Buat apa kita memiliki kekuatan jika hanya untuk meremukkan kekuatan yang lain?” – kalian tahu? Aku sudah tidak tahan menahan tanda Tanya besar dalam pikiran ku sendirian. Setidaknya jika kutanyakan pada ibu, aku bisa berbagi tanda Tanya dengannya.

Ibu tersenyum. Menggeserkan tubuhku untuk mendekat padanya. 

“pertanyaan yang sangat bagus dan indah anakku. Ibu saja tidak pernah membayangkan kau akan melontarkan pertanyaan itu pada ibu. Tapi baiklah akan ibu jawab pertanyaanmu sebisaku. Anakku, di dalam kehidupan ini akan selalu ada pertanyaan yang perlu dijawab secara gamblang. Didalam kehidupan ini terdapat roda besar ekosistem yang tidak dapat dihentikan. Kita hidup bukan untuk mengakhiri hidup orang lain, tapi akan terdapat titah Tuhan yang telah Dia sematkan pada diri kita masing-masing. Kalaulah jiwa-jiwa lama harus pergi, maka akan selalu ada jiwa-jiwa baru yang mengganti. Itu janji Tuhan nak dan Tuhan tidak akan mengingkari setiap janji yang Dia lontarkan.

Anakku, dalam titah yang telah Tuhan sematkan selalu terkandung kekuatan didalamnya. Setiap kita telah disisipkan modal keberanian olehNya, dan sekarang tugas kita adalah terus meningkatkan keberanian agar terkikisnya kegelisahan dan ketakutan pada sesuatu hal yang tidak perlu. 

Sekarang ibu ingin meminta pertolongan darimu, maukah kau membantu ibu?”

Aku meng-iya-kan dengan sangat yakin. Bagaimana mungkin aku menolak menolong ibu yang telah berkorban banyak untukku?

“nak, sekarang ibu titipkan lentera kecil yang didalamnya terdapat api. Ibu minta kau untuk menjaga agar apinya terus menyala, karna jika api itu mati maka seluruh dunia menjadi gelap gulita. Gelap dan terangnya dunia ini tergantung oleh api yang ada didalam lentara milikmu. Lalu, apa yang dapat kamu lakukan untuk mempertahankan api itu?”

Aku diam sejenak, memikirkan dalam tentang hal yang akan aku lakukan. Hey, sekarang bagaimana dunia tergantung oleh keputusanku. Bagaimana mungkin aku tidak berfikir keras untuk itu?

“aku akan menjaga api dalam lentera itu bu, dengan cara aku akan senantiasa memberikan bahan bakar agar tak kering dan mati apinya. Atau kalau perlu sesekali akan aku teteskan beberapa minyak di sumbunya. Ya, aku rasa itu akan menjaga agar apinya tetap menyala” – jawabku yakin.

Ibu membelai halus kepalaku.

“ada yang perlu kau ketahui nak, jika kau melakukan itu setiap menit yang ada api itu tidak akan ragu untuk membakarmu hidup-hidup. Berlakulah sewajarnya, jangan berlebihan menjaga tapi jangan terlalu cuek juga terhadapnya.

Api itu seperti keberanian nak, keberanian itu sangat perlu dipupuk namun jangan berlebihan dari batas yang telah ditentukan. Karna jika keberanian berkembang pesat tak tertahankan, mungkin bisa saja kau jadi berani melawan titah yang telah Tuhan sematkan padamu. Seperti halnya api yang di teteskan minyak secara berlebihan, keberanian yang terlalu berlebihan kelak juga dapat menghancurkan dirimu sendiri.

Mulai sekarang, cobalah lawan ketakutan terbesarmu untuk terbang dengan keberanian yang berapi-api. Karna sungguh nak, kepakkan sayapmu sangat diharapkan seluruh penjuru dunia. Terbanglah, nikmati dunia yang telah Tuhan siapkan dan temukanlah pasangan. Kelak jika kau mempunyai anak maka tanamkanlah nilai yang sama seperti milikmu. Dengan kamu terbang, maka memperkecil kemungkinan kita dalam kepunahan, dan sebarkanlah pada dunia bahwa kita belum punah seperti yang diberitakan. Perkenalkanlah pada dunia bahwa kita adalah Elang flores (spizaetus floris) dan kita belum punah.” 

Malam itu, detik dimana untuk pertama kali aku mengetahui identitasku, aku memutuskan untuk melawan ketakutan terbesarku. Ya, ibu benar, aku tidak terbang bukan semata-mata karna ingin menjadi yang diluar kebiasaan, namun dipundakku tersematkan pesan yang sangat besar. Pesan kepada penjuru dunia bahwa diriku masih memiliki kesempatan untuk diperkenalkan oleh anak cucu bahkan cicit kalian. Pun aku tidak dapat menjaga diriku sendiri, aku harap kalian yang naytanya memiliki kemampuan untuk berfikir banyak dapat membantu langkahku. Bantulah aku dalam menjaga lingkungan ini. Dengan begitu, kau dan juga aku dapat sama-sama menjalankan titah yang telah Tuhan sematkan. Jika suatu hari kalian melihatku terbang diatas atau kalian melihatku bertengger disalah satu ranting taman dekat rumah kalian, Selamat! setidaknya kalianlah penerima pesan yang ibuku titipkan. 
(Spizaetus floris) sumber : google
 Posted for project writing #IWritetoInspire #14daysofnspiration #2ndday:Courage(keberanian)

Read more...
separador

Rabu, 10 Juli 2013

Bangunan Kepercayaan



“aku tetap ke kampus besok yah. Ada yang harus aku ambil untuk ujian tengah semester ku. Iya besok memang tanggal 25 Desember, tapi di kampus ku tidak cuti bersama” ujar aku mencoba menjelaskan dengan nafas yang (semoga terdengar) tenang.
Tak lama selesai aku menjelaskan apa yang akan kulakukan besok dan alasana apa yang mengharuskan aku pergi besok, ayah memberikanku uang saku. Malamnya ah bahkan aku tidak dapat tidur setenang biasanya, diotakku terisi penuh rencana indah yang akan aku lakukan besok dengan orang yang telah kutambatkan janji dari jauh-jauh hari. Ya, mungkin kalian bisa menebak bahwa alasan mau kekampus untuk mengambil sesuatu hanyalah alasan mengada-ngada yang aku ciptakan agar lencar perizinan keluar dari mulut ayah. 
“Ah apa salahnya berbohong sedikit? Toh kalau tidak begini aku tidak akan menepati janjiku. Nng, tak apalah. Tak akan tercipta juga kebohongan baru setelahnya. Ayah pasti percaya dengan kata-kataku tadi.” Kata ku dalam hati, mencoba untuk menenangkan.
***
“haaai! Akhirnya sampai juga, ish tadi hampir aja aku salah turun bis. Untung kau kasih kabar secepat tadi, kalau tidak? Wuuf bisa kelewat jauh tuh. Oke, kita mau kemana hari ini?” itulah kata-kata pertama yang meluncur ketika ku lihat temanku disana.
“mmm, kita jelajah sejarah yuk hari ini. Jangan cuma jalan-jalan biasa aja, tapi harus yang berbobot! Museum atau tempat bersejarah didekat sini Cuma ada kota tua. Kau mau kesana?”
Setelah perbincangan awal yang aku dan temanku lakukan akhirnya kita mengambil keputusan untuk pergi ke kota tua, terdengar biasa sih tapi ya Cuma tempat itu yang paling mungkin dijangkau. Aku dan temanku menghabiskan waktu berdua, mengukur jelas panjang jalanan ibu kota, berperang singit dengan debu jalan yang beterbangan, mengutuk habis teriknya matahari silau, dan tanpa terasa jam berganti jam sorepun menghampiri.
“kamu izinnya gimana sama orang tua? Langsung dibolehin untuk jalan bareng aku hari ini?” akhirnya pertanyaan yang dari awal tidak aku harapkan sempurna keluar tanpa ragu. “Sial! Kau bilang apa tadi malam? Tidak akan tercipta lagi kebohongan baru setelahnya? Si bodoh! Kata siapa? Buktinya 2 detik setelah ini kau akan menciptakan kebohongan kedua. Ah!” bentak ku dalam hati untuk diri sendiri.

“ohh izin ya tinggal izin ajah. He he, tinggal bilang mau pergi sama temen.” Hhh kebohongan kedua terutai dengan gagapnya.

Aku dan dia memutuskan untuk pulang, karna langit sore sudah mulai menggantung penuh keyakinan. Selama perjalanan pulang kita berdua sama-sama menceritakan tentang peluh yang menetes hari ini, air mata yang menetes di hari lalu, dan darah yang akan menetes di hari esok. Perjalanan sangat berbobot. Tak lama kedamaian itu menyelimuti bis yang kita tumpangi, akhirnya datang sesuatu yang sangat amat paling tidak aku harapkan. Handphone berdering dengan lincahnya. Kupejamkan mataku sejenak sambil berbisik “Semoga bukan ayah”. Tapi bisikanku terlalu pelan, keluar lalu ditabrak bis yang berbeda haluan. Ternyata nama ayah yang tertera saat handphone ku bordering. Aku gentar, tanganku gemetar.

“ngg, halo yah? Ada apa?”
“kamu dimana?”
“ohh aku udah di bis yah.. udah perjalanan pulang” – hei aku tak berbohong di kalimat ini kan?
“sudah di daerah mana?”
“mmm, ini diiii slipi yah. Iya udah di slipi. Sebentar lagi juga aku sampai rumah” – hhh, kebohongan ketiga.
“slipi? Oh ayah juga lagi di jalan pulang dari kantor. Dan ayah juga di daerah slipi. Kamu turun aja dari bis”
“hah? Ayah di slipi? Nngg… mm yah ayah duluan aja, aku udah bayar ongkos. Sayang kalo turun disini” – si bodoh yang satu ini memang amatiran dalam berbohong! Bagaimana bisa dia menjawab dengan sangat gagap dan kaku seperti itu? Orang tunanetra pun tahu kalau nada bicara seperti itu adalah nada bicara orang yang sedang ketakutan dan menyimpan kebohongan. Ah bodoh!
“oh yaudah” 

Ayah hanya berucap dua kata sebagai penutup dan aku sangat yakin kalau ayah mengetahui kalau anaknya yang satu ini sedang tidak jujur dengan perkataannya. Seketika aku ketakutan, duduk menjadi gelisah dan pikiran mulai meliar nelangsa.

“tadi ayah?”
Pertanyaan itu mebuyarkan lamunan dalam pikiranku.
“iya” – aku jawab seadanya.
“kenapa kamu bilang kalau bis kita di slipi? Kan bis kita lagi di daerah grogol. Kamu, berbohong sama ayah mu?” 

Aku tak menjawab. Aku masih sibuk menenangkan hati dan pikiranku. Ah bagaimana pula temanku ini? Masih saja menanyakan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya? Sudah sudah aku benar-benar yakin bahwa ayah pasti tahu kalau tadi aku berbohong. Dan ah apa yang harus aku katakan setibanya dirumah nanti? Dan apa yang akan ayah lakukan? Sudah pasti aku akan mengakui kesalahan ku dan meminta maaf atas kebodohan yang telah aku perbuat. 
Diperjalanan yang awalnya penuh dengan percakapan, sekarang penuh dengan keheningan. Aku memilih untuk menyandarkan kepalaku pada kursi penumpang yang tepat ada di depan. Turun bis, lanjut naik angkot sampai perjalanan kaki ku sampai rumah masih sibuk otak ku menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya dan otak ku sibuh menyusun kata apa yang harus aku ucapkan pada ayah?
Setibanya dirumah, kuliah ayah sedang berada di teras belakang. Seperti biasa dia sedang melihat barang kesayangan miliknya. Aku tak kuat ingin mengucapkan permohonan maaf ini, tapi seolah kakiku berat dalam melangkah.

“ayah, maafin aku. Maaf karna udah ngebohongin ayah tadi. Aku gak tau lagi harus bilang apa sekarng yah, mohon maafkan kesalahan terbesarku.” Aku tak kuasa menahan tangis. Seketika air mataku berurai tanpa dapat di halau. Aku menciumi tangan ayah dan ayah hanya diam. Kediaman sungguh sangat membunuhku, sangat.

Lama aku terisak di pangkuannya, lalu kurasakan tangan ayah mulai membelai lembut rambutku. 

“nak bangunlah, duduk disampingku. Kau lihat rumah tetangga kita yang sedang dibangun itu? Sudah sejak 2 bulan lalu di bangun namun belum juga selesai sampai sekarang. Kepercayaan itu ibarat sebuah bangunan. Setiap hari bertambah satu per satu batu batanya, direkatkan dengan semen agar dapat berdiri tegak nantinya. Sang pemilik bangunan itu mengerahkan segala yang dia punya dengan susah payah. Di bangunan itu tidak hanya terkandung batu dan semen namun juga terkandung air mata, keringat bahkan darah di dalamnya. Ada hal yang dapat menghancurkan bangunan itu secara seketika, iya hal itu adalah gempa. Kalau kepercayaan itu ibarat bangunan, maka kebohongan itu ibarat gempa yang dengan seketika dapat menghancurkan bangunan yang dibangun dengan susah payah. 

Ayah selalu alergi dengan kebohongan, dan selalu berusaha untuk berteman baik dengan kejujuran. Ketahuilah nak, ayah sudah sangat hafal bau kebohongan, sudah kenal bentul rasa kekecewaan karna hancurnya kepercayaan dan sudah sangat terbiasa dengan penghianatan. Ayah sudah sangat familiar dengan rasa sakit itu. Prinsip yang ayah miliki dari dulu hingga sekarang adalah tidak akan melakukan hal yang tidak ayah sukai kepada orang lain, karna boleh jadi mereka pun tak suka diperlakukan seperti itu. Tidak ada manusia yang suka dibohongi, karna nyatanya mereka sangat tahu seberapa lelah dan susahnya membangun bangunan kepercayaan.

Jangan biasakan berbohong, karna dengan berbohong kamu sama saja seperti gempa yang tidak diinginkan atau bahkan diharapkan. Ambilah pelajaran dari pengalaman yang kamu dapatkan sekarang. Ayah tidak marah padamu sayang, karna ayah rasa kau butuh merasakan sendiri bagaimana risihnya berbohong dan bagaimana rindunya untuk berkata jujur. Sudah terlalu banyak manusia yang memupuk kebohongan di jaman sekarang nak, karna kebanyakan mereka tidak mengetahui bagaimana susahnya membangun kepercayaan. Ah bagaimana mereka mau membangun keparcayaan? Mungkin malah mereka sudah menganggap bahwa semua manusia pasti berbohong dalam setiap tingkah lakunya. Bumi ini sudah teramat gersang nak, dan ayah harap kau dapat menjadi setitik air yang menyejukkan. Setidaknya dengan adanya kamu, Tuhan jadi tidak terus menerus menyesal karna telah menciptakan kejujuran.” 

Ayah memeluk ku erat, dia mengecup keningku dan memberikan senyum terbaiknya untukku. Ayah, terima kasih. Kelak tidak akan ku kembang biak-kan kebohongan yang akan menghancurkan kepercayaan. Sungguh ayah, aku bersungguh-sungguh dengan ucapan ku.
***
Terispirasi dari ayah saya, Muhamad Yusuf sang pemupuk kejujuran dan pembenci kebohongan. kusisipkan prinsipmu dan prinsipku dalam tulisan ini. Dad, I learn many things from you and You're my biggest inspiration in my life, ever.  

Posted for project writing #IWritetoInspire #14daysofnspiration #1stDay:Trust(Kepercayaan)
Read more...
separador